Salam Dunia..
Ada dua hal yang ingin saya kemukaakan.
Pertama-tama saya mohon maaf. APOLOGIA PRO LIBRO SUO.. Karena saya tipikal seseorang yang jarang untuk memperbaharui dan menulis apa yang menjadi unek-enek dan enek-enek di dalam diri saya.
Kedua, saya tergelitik untuk membicarakan suatu kata dalam bahasa Indonesia yaitu, keabadian atau eternalitas. Kata-kata ini melontar saja di kepala saya paska saya berdiskusi dengan kawan2 di CCF,
Si j'étais un juge et toi l'accusé, je te condamnerais à m'aimer pour l'éternité
Arti harfiahnya "Jika saya menjadi hakim dan kamu terdakwa, maka saya akan hukum kamu untuk mencintaiku selama-lamanya" (gombal level 10).
Nah, tersentil saya dengan kata l'éternité. Sekarang mari kita membahas apa yang dimaksud dengan keabadian.
Apa yang dimaksud dengan cinta abadi? Cinta kita kepada pasangan kita? Bukan, saya mendefinisikan cinta abadi itu cukup 3 FORMA saja.
FORMA 1. Cinta Tuhan kepada makhluknya. Itu cinta abadi pertama. Bayangkan, setiap saat makhluknya itu senantiasa durhaka dan jarang berterima kasih kepada-Nya. akan tetapi, Tuhan masih saja memberikan kesempatan hidup dan memperbaiki diri kepada makhluknya. Cinta Tuhan tidak berbatas. Tuhan pun mencintai plankton, lumut, rumput gulma bahkan hama sekalipun. Karena dalam pandangan Tuhan, semuanya itu memiliki fungsi dan ada rahasia kebijakan tersendiri, dimana rasionalitas manusia yang tercerahkan yang mampu untuk mengungkapkannya.
FORMA 2. Cinta Kanjeng Rasul kepada pengikutnya. Saya menilai ini bukan karena saya memiliki faktor emosi dan religius yang sama. Saya melihat dari sisi humanisme universal yang ditunjukkan oleh Sang Al-Qur'an Berjalan..Muhammad SAW bin Abdullah. Cintanya kepada sesama manusia. Cinta yang universal. Cinta dalam balutan pluralisme. Sebuah manifestasi Cinta yang ditunjukkan kepada kita, agar bisa dicontoh dan diteladani oleh kita. Manusia yang bernama Muhammad, walaupun hatinya berada di Langit Ke Tujuh, tetapi kakinya masih berpijak di bumi. Cintanya kepada pengikutnya melebihi cintanya kepada keluarga, bahkan melebihi cintanya kepada diri sendiri. Tatkala menjelang ajal, hanya tiga kata yang terlontar.. Ummati..Ummati..Ummati (umatku..umatku...umatku). Bukan Khadijati..'usratii..Fathimati.. Maka tak heran, malaikat, semesta bahkan Tuhanpun bersalawat kepadanya.
Forma 3. Cinta Orang Tua kepada Anaknya. Cinta abadi ini membuat saya speachless. Senantiasa kita membuat orang tua kita jengkel, tetapi mereka masih memaafkan kita. Kita asyik masyuk dengan diri sendiri, kawan, kerabat, pasangan, dan dunia sehingga kita melupakan seseorang yang telah mengajarkan kita mengenal huruf, angka, kebersihan, tutur laku yang terpuji dan hala-hal bajik lainnya.
Khusus saya, Orang Tua adalah pemberi inspirasi. Bapak saya, dimana beliau adalah seorang Bapak, sahabat sekaligus saingan abadi saya dalam Bahasa Arab, Filsafat, Tasawuf. Hingga detik ini, saya belum mampu mengalahkannya.
Ibu saya, dimana beliau adalah sumber doa-doa saya. Karena doa ibu-lah, saya bisa menapaki karier dan kehidupan seperti sekarang ini. Ibu, dimana kata-katanya itu merupakan bahan perenungan saya dan kajian kontemplasi saya hingga detik ini.
Itulah cinta abadi..
Jadi, "Jika Tuhan, Nabi dan Orang Tua menjadi Hakim dan Saya menjadi Terdakwa, Maka Saya Ikhlas untuk mencintai mereka selama-lamanya"...Karena mereka telah ikhlas mencintai saya.
L'éternité
Salam